Jumat, 09 Oktober 2009

sejarah promosi kesehatan

Keberadaan Penyuluhan Kesehatan Masyarakat/Promosi Kesehatan sangat ditentukan oleh tenaga pendukungnya. Selama ini sejak dari periode awal hingga kini pada umumnya tenaga Penyuluh Kesehatan Masyarakat/Promosi Kesehatan adalah orang-orang yang peduli (concern) pada bidang ini. Tapi karena jumlahnya sangat terbatas dan berada dalam lingkup struktur yang terbatas serta tidak strategis, maka gemanya kurang terdengar. Dalam hal ini, pengalaman menunjukkan, bahwa pengakuan terhadap eksistensi Promosi Kesehatan dan pengembangannya termasuk ketenagaannya pada saat ini tidaklah diperoleh dengan mudah. Artinya ada suatu proses panjang yang cukup melelahkan yang harus ditempuh untuk dapat mencapai situasi seperti sekarang.
Pengadaan tenaga khusus Pendidikan/Penyuluhan Kesehatan Masyarakat sebenarnya sudah dirasakan jauh sebelum dibentuknya suatu unit khusus dalam struktur Departemen Kesehatan. Bahkan pada masa perintisan Pendidikan Kesehatan Rakyat di era pemerintahan Hindia Belanda sekitar awal abad 20 (1911) di Banyumas telah didirikan Sekolah Juru Hygiene yang menghasilkan sejumlah Juru Hygiene yang bekerja melakukan propaganda kepada masyarakat. Para Juru Higiene ini bekerja di daerah perkebunan yang penduduknya banyak menderita penyakit cacing tambang dengan menjadi tenaga propaganda yang memperkenalkan cara mencegah dan memberantas serta mengobati penyakit ini.
Kemudian pada masa awal kemerdekaan, sekitar tahun 1948, kesadaran akan perlunya pendidikan kesehatan kepada rakyat diwujudkan melalui pendirian Sekolah Penyuluh Kesehatan di Magelang yang mempunyai daerah percontohan di Magelang dan Yogyakarta. Tenaga-tenaga ini diadakan secara sporadis di beberapa daerah yang merupakan perintisan pendidikan kesehatan rakyat. Mereka ditugasi untuk melakukan penyuluhan di bidang hygiene dan sanitasi untuk mencegah penyakit menular yang waktu itu menimpa sebagian penduduk terutama di perdesaan. Tenaga-tenaga ini pada dasarnya adalah tenaga sanitasi yang diberi kemampuan propaganda atau penyuluhan.Tetapi yang jelas tenaga-tenaga ini belumlah merupakan tenaga propaganda atau pendidikan kesehatan secara khusus tetapi tenaga sanitasi atau perawat yang diberi ketrampilan propaganda/pendidikan.
Pendidikan dan pelatihan tenaga pendidik atau penyuluh kesehatan ini juga dilakukan pada era KMD/PKR, khususnya di daerah percontohan Lemah Abang, Bekasi, dalam bimbingan Dr. Sulianti Sarosa. Pada waktu itu dikembangkan “Rural Health Team” yang terdiri dari beberapa tenaga dari berbagai disiplin yang dengan cara “learning by doing” dan dengan semangat tim (team spirit) melakukan kegiatan kesehatan masyarakat desa. Beberapa alumni dapat disebutkan, a.l. Dra. Koesnaniah Wirja Mihardja, Prof. Dr. Buchari Lapau, Drs. Putu Lawa Udayana, dll. Beberapa orang juga dikirim belajar ke luar negeri, seperti ke Beirut. Lebanon, India dan juga USA.
Arti penting pendidikan kesehatan pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 70-an menuntut dikembangkannya tenaga khusus penyuluhan kesehatan yang disebut sebagai Health Education Specialist. Sekitar tahun 1968 dalam Rapat Kerja (Workshop) Nasional a.l. dikemukakann tentang pentingnya pendidikan kesehatan dan kemudian diputuskan bahwa Pendidikan Kesehatan merupakan suatu usaha utama dan mutlak untuk merealisasikan puskesmas. Dan dalam kesempatan itu direkomendasikan a.l. “pengembangan staff yang qualified melalui pendidikan Health Education Specialist”.
Rekomendasi ini baru dapat diwujudkan pada tahun 1971 dalam bentuk Pendidikan Tenaga Ahli Pendidikan Kesehatan Masyarakat (Health Education Specialist). Upaya ini mendapatkan dukungan dana dan konsultan dari WHO dan USAID dan disebut sebagai Health Education Manpower Development Project. Tenaga-tenaga ini diharapkan menjadi advocator, motivator dan katalisator bagi penyusunan kebijakan dan keputusan pembangunan kesehatan masyarakat. Tenaga-tenaga ini direkrut dari berbagai disiplin ilmu dan dididik dalam berbagai perguruan tinggi di luar dan di dalam negeri. Mereka dididik dan dipersiapkan untuk menjadi tenaga pengelola PKM di tingkat nasional dan provinsi. Sejatinya, tenaga-tenaga ini dipersiapkan untuk menduduki jabatan atau fungsi penyuluhan kesehatan pada institusi kesehatan utamanya penyuluhan kesehatan di pusat dan provinsi maupun institusi di luar kesehatan.
Ada dua model yang dikembangkan melalui pendidikan tenaga ahli PKM ini yaitu pendidikan model BOC dan pendidikan model FKM-UI. Pendidikan model pertama melalui tahapan basic orientation course (BOC) selama 6 bulan di Cilandak diikuti dengan pengalaman lapangan selama 6-12 bulan di Bandung dan dilanjutkan dengan pendidikan S2 (Master) di universitas-universitas di Amerika Serikat selama 1 tahun. Model pertama berlangsung selama 2 angkatan mencakup 31 orang. Pendidikan model kedua melalui pra-SKM selama 6 bulan, diikuti pendidikan SKM (Master) selama 1 tahun dan diakhiri dengan pengalaman lapangan selama 6 bulan. Seluruhnya diselenggarakan di FKM-UI. Model kedua juga berlangsung selama 2 angkatan berjumlah 30 orang.
Selama mengikuti kegiatan pengalaman lapangan (work experience program), peserta (calon HES khususnya angkatan I dan II) ditempatkan di Puskesmas. Mereka melakukan study untuk mengenali masyarakat dengan menggunakan antropological approach. Mereka tinggal di desa dan hidup bersama masyarakat desa. Hasil study itu disampaikan kepada masyarakat desa, lalu diadakan temu atau musyawarah desa untuk menyepakati hal-hal yang perlu dilakukan untuk membangun masyarakat desanya. Model inilah yang kemudian nanti berkembang menjadi apa yang disebut dengan “Pendekatan Edukatif”.
Peserta juga mengembangkan program pendidikan kesehatan yang melekat pada masing-masing program kesehatan. Mereka ini mula-mula mengikuti kegiatan setiap petugas puskesmas (bidan, perawat, sanitarian, petugas UKS, tenaga gizi, juga dokter), kemudian bersama masing-masing mereka mendiskusikan aspek pendidikan kesehatan yang dapat dilakukan oleh masing-masing tenaga kesehatan itu dalam program atau kegiatan masing-masing.
Setelah di Puskesmas, peserta (calon HES) itu melakukan hal yang sama di tingkat kabupaten (bersama staf Dinas Kesehatan Kabupaten) dan juga di tingkat provinsi (bersma staf Dinas Kesehatan Provinsi). Para peserta bolak-balik antara lapangan dengan klas. Dalam klas ini mereka memperoleh bimbingan para konsultan (adviser dari WHO dan USAID) dan supervisor (bapak Putulawa Udayanan dan Bapak I.B. Mantra).
Tenaga-tenaga ini kemudian setelah lulus (angkatan I sd IV) ditempatkan sebagian di Direktorat PKM, dan sebagian lainnya di Pusdiklat, Ditjen Binkesmas, Asuransi Kesehatan dan FKM di beberapa universitas negeri serta di Dinas Kesehatan Provinsi (Unit PKM). Perkembangan karir mereka bervariasi mulai dari staf sampai yang menjabat eselon 2 di Pusat PKM dan dari dosen/widyaiswara hingga anggota Tim Pemberantas Korupsi. Ada juga yang menjabat eselon I di Departemen lain / Lembaga Non Departemen. Selaras dengan perkembangan pada waktu itu, ada juga beberapa tenaga lulusan ini yang beralih ke bidang-bidang lain baik yang masih berkaitan dengan penyuluhan kesehatan maupun yang tidak banyak berkaitan dengannya. Walaupun demikian kehadiran tenaga-tenaga ini di posisinya masing-masing cukup mewarnai perkembangan penyuluhan kesehatan secara khusus dan pembangunan kesehatan pada umumnya.

Pada pertengahan tahun 1970-an berhubung dengan dirasakannya kesenjangan antara tenaga ahli di provinsi dan tenaga PKM di kabupaten/kota, maka diperkenalkan suatu bentuk pelatihan praktis yang berjangka waktu singkat untuk petugas PKM lapangan. Pelatihan ini diselenggarakan bersama FKM-UI dengan menggunakan pendekatan modul. Pelatihan ini berjangka 3 bulan dan mengambil model pendidikan ahli PKM yang disederhanakan. Yaitu pendidikan teori di kelas selama 2 bulan dan dilanjutkan dengan pengalaman lapangan (magang) selama 1 bulan. Pelatihan ini diselenggarakan di Jakarta (Direktorat PKM) dan juga disebar di beberapa provinsi yang dianggap mampu menyelenggarakan yaitu di Bandung (Jawa Barat), Semarang (Jawa Tengah), Surabaya (Jawa Timur) dan Makassar (Sulawesi Selatan). Dalam rangka penyetaraan pengetahuan dan ketrampilan didoronglah provinsi-provinsi lain untuk mengirimkan tenaganya agar dapat dilatih pada lokasi pelatihan yang terdekat pada mereka. Misalnya NTT dan NTB mengirimkan petugasnya ke Surabaya.
Dengan didukung dana APBN melalui proyek PKM provinsi diperkirakan hampir seluruh kabupaten/kota dari seluruh provinsi di Indonesia (termasuk prov Timtim waktu itu) telah mengikuti pelatihan tersebut. Tenaga-tenaga inilah yang kemudian disebut Wakil Koordinator (Wator) PKM yang ditempatkan kembali di kabupaten/kota untuk mengembangkan antara lain daerah percontohan kabupaten/kotanya yang disebut daerah kerja intensif (DKI) PKM disamping tugas-tugas PKM yang lain.

Pada waktu itu telah dipikirkan juga untuk mengembangkan tenaga PKM di tingkat Puskesmas yang mendapatkan pelatihan yang mirip dengan pelatihan Wator dengan masa pelatihan yang lebih singkat lagi. Sayang sekali rencana ini tidak berjalan mulus terkendala dengan anggaran yang terbatas dan banyaknya jumlah tenaga yang harus dilatih. Akhirnya rencana tersebut hilang begitu saja yang berakibat pada belum sempat disiapkan dan diadakannya tenaga operasional di tingkat akar rumput/puskesmas. Dengan kata lain, upaya penyuluhan kesehatan di tingkat terdepan belum mendapatkan perhatian dan sentuhan yang memadai dan tentu saja hal ini mempengaruhi perkembangan PKM dan kesehatan pada umumnya.
Dalam era otonomi daerah di masa kini, pengembangan tenaga operasional promosi kesehatan perlu dihidupkan kembali dan jika memungkinkan merekrut serta menyebarkan tenaga jabfung PKM yang rencananya akan ditempatkan pada puskesmas-puskesmas di seluruh Indonesia. Hal ini menjadi semakin mendesak lagi setelah menyaksikan perkembangan penyakit lama dan baru yang bertubi-tubi mengancam dan menimpa sebagian atau seluruh bangsa dan rakyat Indonesia.

sekitar akhir tahun 1980-an dan awal 1990-an lahir suatu konsep pemikiran tentang profesionalisme tenaga birokrasi pemerintahan melalui jabatan fungsional. Artinya untuk meningkatkan pelayanan publik, struktur yang ada sekarang sudah tidak memadai lagi dan harus didukung oleh tenaga fungsional yang bermakna professional yang menguasai ilmu dan teknologi profesi yang bersangkutan dan terampil melaksanakannya.
Untuk mengembangkan program PKM jelas diperlukan jabatan fungsional PKM disamping tentunya tenaga jabatan struktural yang sudah ada di berbagai tingkatan administratif. Pada waktu itu di lingkungan kesehatan sendiri baru dibentuk beberapa tenaga jabatan fungsional seperti dokter, dokter gigi dan perawat. Lalu diikuti dengan tenaga professional yang bersifat umum seperti penata komputer, pustakawan, arsiparis, dll. Sedangkan di lingkungan pertanian misalnya dibentuk penyuluh pertanian, penyuluh perikanan, kehutanan dan lain-lain.
Pembentukan jabatan fungsional penyuluh Kesehatan masyarakat sebenarnya dimulai pada tahun 1989, tetapi baru intensif dilakukan pada tahun 1992. Selanjutnya. Proses pembahasannya melibatkan berbagai pihak seperti MENPAN, BAKN (sekarang BKN), Biro kepegawaian Depkes., Pusat PKM, Direktorat BPSM, Unit PKM Provinsi, Perguruan Tinggi, Organisasi Profesi bahkan sector-sektor lain yang sudah berpengalaman dalam membentuk dan mengembangkan jabatan fungsional masing-masing. Kendala utama yang dihadapi hádala pengakuan terhadap penyuluhan kesehatan sebagai sutau profesi.
Setelah melalui proses panjang dengan kerja keras dan melelahkan serta mengalami masa-masa yang sulit, akhirnya Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) menetapkan terbentuknya Jabatan Fungsional Penyuluh Keshatan Masyarakat (PKM) pada tahun 2000 melalui Keputusan MENPAN No. 58/M.PAN/VIII/2000 tanggal 14 Agustus 200. Keptusan ini mengacu pada KEPPRES No. 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Pegawai negeri Sipil. Terbentuknya jabatn fungsional PKM ini dari awal kurang menjanjikan, karena sudah diberikan batasan bahwa sepanjang kondisi keuangan negara Belem memungkinkan makan tunjang jabatan tidak disediakan. Tetapi untunglah angka kreditnya sudah dapat diperhitungkan untuk kenaikan pangkat/jabatan.

Pada awalnya, tenaga yang terjaring sekitar 200-an orang dan kini berdasarkan data bulan Februari 2005 telah terdaftar sebanyak kira-kira 856 orang yang terdiri dari 98 tenaga ahli dan 758 tenaga trampil. Penyebarannya kebanyakan tenaga ini berada paling jauh di tingkat kabupaten atau kota, malahan yang terbanyak berada pada di pusat dan provinsi. Sedangkan di puskesmas-puskesmas sebagai fron terdepan dari promosi kesehatan ketersedian tenaga PKM jauh daripada memadai.
Sebagai contoh, di Pusat Promosi Kesehatan diantara 75 pegawai terdapat 37 tenaga jabatan fungsional penyuluh kesehatan dan 5 arsiparis. Jabatan struktural berjumlah 11 orang, dan staff sebanyak 22 orang. Dari 37 orang ini terdiri dari 19 orang Penyuluh Kesehatan Ahli dan 18 orang Penyuluh Kesehatan Terampil. Masih ada beberapa orang pejabat fungsional PKM yang berada di Direktorat Kesehatan Komunitas (5 orang), Direktorat Gizi ( 7 orang), Direktorat Kesehatan Khusus 1 orang, Sekretariat Ditjen Binkesmas 4 orang, dan di UPT Pusat 9 orang

Namanya memang Tenaga Penyuluh Kesehatan Masyarakat, tetapi dalam pengertian dapat dimengerti bahwa tenaga tersebut adalah juga tenaga promosi kesehatan. Dalam bab tentang Pengertian umum disebutkan bahwa Jabatan fungsional ádalah jabatan profesional sebagai pelaksana teknis fungsional pada unit tertentu. Sedangkan Penyuluh Keshatan Masyarakat ádalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tangungjawab dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan penyuluhan keshatan masyarakat/promosi kesehatan secara profesional.
Kegiatan yang diemban oleh pejabat fungsional ini ádalah: Promosi Kesehatan/Penyuluhan Kesehatan Masyarakat yang bermakna sebagai proses pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat agar mereka mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
Persyaratan menjadi Penyuluh Kesehatan Masyarakat tentu yang bersangkutan sudah diangkat sebagai PNS, telah melaksanakan tugas PKM/PROMKES sekurang-kurangnya 2 tahun dan DP3 ( Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan) dalam 2 tahun terkahir bernilai baik. Pada awalnya tenaga fungsionalo PKM ini diangkat melalui Inpassing yang berakhir pada Bulan Desember 2001, dan selanjutnya untuk pengangkatan pertama kali adalah, PKM Terampil : Berijazah D III kesehatan señalan dengan kebutuhan di daerah, maka minimal pendidikan tersebut akan direvisi menjadi DI kesehatan. PKM Ahli : minimal berijazah D IV dan menduduki pangkat Penata Muda ( III a ). Jenjang kepangkatan dari PKM Terampil dari golongan II/b hingga III d, sedangkan PKM Ahli dari golongan III a hingga IV c.
Tugas pokok jafung PKM adalah : Penyuluh Kesehatan adalah melaksanakan: a). Advokasi, Bina Suasana, dan pemberdayaan masyarakat; b) melakukan penyebarluasan infromasi; c) membuat rancangan media; d) melakukan penlitian/pengkajian perilaku masyarakat yang berhubungan dengan kesehatan; e) merencanakan intervenís dalam rangka mengembangkan perilaku masyarakat yang mendukung kesehatan. Yang membedakan antara kedua jenis tenaga ini adalah : tugas dan kompetensi, kualifikasi pendidikan serta pangkat awal. Tugas PKMterampil meliputi kegiatan teknis operacional yang bersifat keterampilan,s edangkan PKM Ahli meliputi pengembangan pengetahuan, penerapan konsep dan teori, ilmu dan seni untuk pemecahan masalah dan proses pembelajaran secara sistematis.
Selanjutnya disebutkan bahwa Angka kredit : adalah statu angka yang diberikan berdasarkan penilaian atas prestasi yang sudah dicapai seorang penyuluh kesehatan masyarakat dalam mengerjakan kegiatan yang digunakan sebagai salah satu syarat pengangkatan dan kenaikan pangkat Penyuluh Kesehatan Masyarakat. Sedangkan mengenai Tim Penilai/Instansi yang berwenang dapat dibedakan sebagai berikut : Tim Penilai tingkat pusat dibentuk oleh Sekretaris Jenderal dan pada tingkat Direktorat/Unit oleh Kepala Pusat Promosi Kesehatan, sedangkan tingkat Provinsi oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan pada tingkat Kabupaten/kota oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Lingkup/ruang tugas dari jabatan ini meliputi tingkat pusat dan daerah sebagai berikut :
• Pusat: Pusat Promosi Kesehatan dan Unit lain di dalam dan di luar Depkes.
• Daerah Provinsi : Unit yang mengurusi PROMKES/PKM/PSM dan unit lain di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi.
• Daerah Kabupaten/Kota : unit yang mengurusi PROMKES/PKM/PSM dan unit lainnya.
• Rumah Sakit Umum : Unit PROMKES/PKM dan unit lainnya.

• Puskesmas : yang melaksanakan Promkes/PKM/PSM/Pemberdayaan masyarakat.

• Unit lain : Balai Kesehatan, Balai Diklat Kesehatan dll.

• Masyarakat : Bantuan untuk swasta dan LSM.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar